Minggu, 06 Januari 2019

Sebuah Percakapan

Job fair kali ini luar biasa ramai. Padahal hari sudah semakin siang, tapi banyak orang yang masih bertahan dan memilih untuk berdesak-desakan. 

Aku mulai sesak napas karena beberapa menit tidak bergerak di antara ratusan orang. Setelah aku bisa bergerak dan menemukan jalan keluar, aku memutuskan untuk meninggalkan tempat itu dan beristirahat di bawah pohon.

Seseorang duduk di sampingku. Seorang perempuan cantik berjilbab merah. 

"Capek ya mbak?" tanyanya memulai percakapan. 

"Iyaaa," jawabku dengan wajah yang sudah penuh dengan keringat. 

"Saya sudah dua tahun lulus kuliah tapi belum dapat kerjaan."

"Oh ya mbak? Kalau saya baru satu tahun."

Perempuan di sampingku tersenyum. 

"Nggak apa-apa, nanti juga ada waktunya."

Jeda beberapa menit. Aku melihat perempuan itu memandang lurus ke depan. Entah apa yang sedang ia pikirkan. 

"Lalu selama ini, apa aktivitas mbak di rumah?" aku bertanya dengan hati-hati. 

Ia menoleh, dan nampak kaget. 

"Saya di rumah... bantu orangtua. Kapan lagi bisa berbakti sama orangtua. Siapa tahu setelah ini, saya dapat kerjaan di tempat yang jauh. Mungkin Allah ingin saya lebih lama di rumah, karena setelah ini saya akan jarang pulang. Selalu berpikir positif, ada hikmah di balik semua ketetapan yang sudah Allah berikan untuk kita." 

Aku menunduk dan terdiam. Seperti memperoleh tamparan keras. Selama ini, aku jarang sekali berpikir positif. Aku selalu membandingkan diriku dengan orang lain. Dan tak jarang, aku merasa iri dengan mereka. 

"Rejeki kan bukan hanya tentang memperoleh pekerjaan. Rejeki itu banyak macamnya. Kita ada di sini saja, itu sudah rejeki. Karena kita diberikan kekuatan untuk terus berusaha mencari pekerjaan. Kita sehat, orangtua dan keluarga di rumah sehat. Sekolah adik-adik kita lancar, itu juga rejeki." 

Aku semakin menunduk. 

"Allah itu Maha Baik. Percayalah."

Perempuan di sampingku itu menepuk bahuku pelan. Rasanya aku ingin menangis. Aku malu. Aku seringkali marah-marah dan berprasangka buruk. 

"Sekarang mungkin kita tidak tahu alasan mengapa Allah memberikan jalan hidup seperti ini untuk kita. Pasti pernah ada masanya kita marah, berprasangka buruk, hingga tidak percaya. Tapi nanti, suatu saat kita akan tahu, bahwa rencana Allah itu indah dan selalu tepat waktu. " 

Sekarang, aku benar-benar menangis. 

"Jangan pernah merasa kalah dari yang lain. Kita hidup di dunia bukan untuk memperebutkan siapa yang lulus kuliah duluan, siapa yang kerja duluan, siapa yang menikah duluan, siapa yang punya anak duluan dan sebagainya. Kalau saya baca quote dari internet nih, barusan aja baca hehe - Tidak ada perbandingan antara matahari dan bulan. Karena mereka akan bersinar saat waktunya tiba." 

Aku menyeka air mata dan kembali tersenyum. 

"Jadi santai saja. Yang penting tetap berusaha, usaha sebaik yang kita bisa. Berdoa, yakin kepada Allah. InsyaAllah suatu hari nanti, kita akan memetik hasilnya."

Langit siang itu, berubah menjadi abu-abu. Udara dingin pun mulai terasa. Aku bersyukur, untuk apapun yang terjadi dalam hidupku hingga detik ini. 

"Saya duluan ya," perempuan itu pamit. 

"Iya mbak."

Ia berdiri dan mulai berjalan ke arah tempat parkir. 

Aku teringat sesuatu. 

"Oh iya mbak, nama mbak siapa?"

Ia berbalik. 

"Ghania," jawabnya sembari tersenyum.

"Saya Hanum. Senang berkenalan dan berbincang dengan mbak. Semoga bisa bertemu lagi lain waktu." 

Kami pun saling melambaikan tangan. 

Senin, 12 November 2018

Sebelum Menemukan

Senin pagi yang terasa berbeda. Sudah hampir setengah jam aku hanya duduk di kantin. Memandang kendaraan yang satu per satu mulai memasuki parkiran kantor. Teh panas di depanku juga tak lagi panas. Aku bahkan belum menyentuh bekal sarapan pagiku. 

Perempuan yang baru saja turun dari mobil, membuatku mengingat kembali masa laluku. Dia adalah teman lamaku di SMA. Dulu dan hingga detik ini, aku diam-diam menyukainya. Dia cantik, sudah pasti. Rambutnya panjang dan hitam lebat. Matanya indah dan senyumnya seperti Dian Sastro. Jago menari dan juara Kompetisi Debat Bahasa Inggris Tingkat Nasional. 

Aku menyukainya sejak kelas X. Kelas kami bersebelahan. Setiap pagi, aku sengaja duduk di depan kelas hanya untuk melihatnya berjalan dari parkiran menuju ruang kelas. Itu berlangsung selama tiga tahun masa SMA-ku. Hanya bisa memandangnya dari jauh tanpa berani untuk sekedar tersenyum dan menyapa. 

Hingga hari terakhir Ujian Nasional, aku sengaja menunggunya. Namun hanya menunggu di balik pintu. Aku melihatnya bersama beberapa orang teman. Dia terlihat sedang tertawa. Mungkin menertawakan soal Bahasa Inggris yang terlampau mudah untuknya. Dan tetap saja, melihat tawanya yang mungkin untuk terakhir kali, tetap tidak bisa membuat keberanianku muncul. Aku menghela nafas, melihat dia semakin jauh berjalan. 

***

Kantor tempatku bekerja memberikan waktu satu jam untuk istirahat. Setelah selesai sholat dzuhur, biasanya aku langsung menuju kantin untuk makan siang. Makanan favoritku adalah soto betawi. Makanan favorit sejak kecil. Bekerja di perusahaan multinasional, nyatanya tak membuatku lepas dari makanan yang satu itu. 

Hari ini kantin ramai. Biasanya juga ramai, tapi tak seramai hari ini. Mungkin orang-orang sedang malas makan di luar kantor karena cuaca hari ini yang sangat panas. Dan seperti biasa, aku mengantri untuk pesan soto betawi. 

"Soto betawinya satu ya Bu, sama air putih dingin," ujar seorang perempuan di depanku. 

"Meja berapa mbak?" 

Perempuan itu memandang sekeliling untuk mencari tempat duduk yang kosong. Ketika dia menoleh ke belakang, aku menyadari bahwa perempuan itu, adalah perempuan yang tadi pagi membuatku tak nafsu makan. Dia tidak mengenaliku. Ya, mana mungkin ada perempuan cantik idola semua siswa mengenal anak culun sepertiku. 

Seusai memesan makanan, aku mencari tempat. Hanya ada satu tempat kosong. Di depan perempuan itu. Aku pun tak banyak pikir, karena sebenarnya ini adalah momen yang selama bertahun-tahun telah aku tunggu. 

"Maaf, boleh saya duduk di sini? Sepertinya sudah tidak ada lagi tempat duduk yang kosong," tanyaku sambil tersenyum. 

***

Hari berikutnya, kami berencana untuk sarapan bersama di kantin. Keberanianku kemarin membuat kami akhirnya kenalan dan ngobrol banyak hal tentang masa SMA. Memang benar apa kata orang, segala sesuatu harus dicoba dulu, masalah hasil urusan belakang. 

"Apa anak divisi finance selalu bawa bekal dan sarapan sendirian di kantin?" 

Suara seseorang dari belakang mengagetkanku. 

"Halo Kaila, selamat pagi."

Aku menyapanya dengan senyum bahagiaku. 

"Selamat pagi juga, Ajun."

Ia pun tersenyum dan nampak sangat bahagia. Bahagia yang melebihi bahagiaku bisa mengajaknya sarapan bersama. 

"Sepagi ini udah senyum-senyum Kai, ada kabar baik apa?" tanyaku penasaran. 

Ia menunjukkan jari manisnya. 

Pada detik pertama, aku tak menyadari apapun. Pada detik kedua, ketiga, keempat dan kelima, aku menyadari sesuatu. Ada cincin di jari manisnya. Iya benar, ada cincin. Cincin yang belum aku lihat kemarin. 

Dan seketika, aku kembali kehilangan nafsu makanku. 

"Kamu tahu Radit kan? Itu yang dulu selalu peringkat paralel satu. Aku dulu nge-fans sama dia. Tapi dia udah punya pacar."

Aku menatap perempuan di depanku, sambil terus mendengarkan ceritanya. 

"Waktu libur semester empat, aku pulang ke Indo. Dia ngontak aku dan kita ketemuan. Setelah pertemuan itu, selang beberapa minggu kita jadian." 

"Lalu?"

Aku pura-pura antusias dengan ceritanya. Padahal? Semua sudah campur aduk.  

"Laluuu, tadi malam dia ngelamar aku." 

Ia sekali lagi menunjukkan cincin di jari manisnya, yang aku rasa, harganya berkali-kali lipat dari gajiku. Bahkan mungkin, harganya setara dengan bonusku tahun ini. Kalau dihitung, bonusku sekitar dua puluh kali lipat dari gaji bulananku. 

Ah, persetan dengan harga cincin itu. Kaila sekarang sedang sangat bahagia. Aku pun tidak tahu harus berkata apa. Karena jujur, hingga detik ini, aku masih sangat menyukainya. 

"Selamat ya."

Pada akhirnya, hanya itu yang bisa aku ucapkan. 

***

Hidup memang terkadang lucu. Banyak yang berjuang, meskipun tahu apa yang diperjuangkan mungkin tidak akan berhasil, tapi mereka tetap mencoba. Dan aku salah satunya. 

Kalau boleh jujur, semua yang aku lakukan selepas masa SMA, adalah untuk Kaila. Aku sudah mengatakan ini pada diriku, bahwa suatu hari nanti ketika aku sudah sukses, aku akan menemuinya dan mengajak ia bicara. Aku sama sekali tidak peduli pada jawaban yang akan aku terima. 

Dan pagi ini, aku telah mendapat jawaban itu. Jawaban atas apa yang selama ini aku perjuangkan dan aku doakan. 

Tidak apa-apa. Semua sudah digariskan. Bahkan sebelum aku lahir. Setidaknya, aku bukan lagi seorang pengecut. Aku sudah berani mengajaknya berkenalan dan berbicara banyak dengannya. 

"Ajun," seseorang membuyarkan lamunanku. 

Beberapa menit yang lalu, Kaila sudah selesai sarapan dan pamit karena ia ada meeting pagi. 

"Mila?"

Perempuan di belakangku tersenyum. 

Suatu hari nanti, pasti akan kutemukan seseorang yang lain. 

Senin, 05 November 2018

Orang Ketiga

Orang ketiga itu, 
seperti variabel moderator 

Ikut menentukan arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen 

Dan tak jarang,
memperlemah hubungan keduanya

Makanya,
variabel moderator itu harusnya dibuang 

*btw ini tersimpan di note, lebih dari satu tahun lalu ketika sedang belajar efek interaksi*

Jumat, 26 Oktober 2018

Pernah tidak, 
kalian merasa sedih 

Sedih untuk sesuatu yang kalian tahu, 
dan ingin kalian ceritakan 

Tapi yang akhirnya kalian lakukan, 
adalah diam di atas sajadah 

lalu menangis... 

Menangis hingga dada sesak, 
dan kepala sakit 

Pernah tidak? 

Sabtu, 13 Oktober 2018

Sebuah Lagu

Suatu hari, seseorang mengirimkan pesan singkat padaku.

"Aku ikut lomba nyanyi di radio, nanti malem dengerin ya."

Satu jam sebelum acara dimulai, aku sudah di kamar kakakku, duduk manis di depan radio kesayangannya.

Jaman dulu, sebelum ada smartphone, radio menjadi barang yang istimewa. Kita bisa mendengarkan lagu-lagu hits pada masa itu, hingga mengirimkan pesan untuk seseorang yang kita kagumi.

Aku jadi ingat, dulu di samping rumahku, ada bengkel yang sering memutar radio dengan suara yang sangat keras. Ketika lagu Buka Hatimu dari Armada diputar, aku selalu keluar rumah. Duduk di teras, menikmati lagu dan bersenandung pelan.

Aku juga pernah mengirimkan salam untuk seseorang. Sebenarnya iseng saja. Ketika pesanku dibacakan oleh penyiar radio, aku langsung tertawa. Dan tentu saja, juga berharap si dia sedang mendengarkan radio yang sama.

Ah, rasanya ingin kembali ke masa itu.

Peserta pertama, seorang perempuan. Namanya tidak asing. Sungguh, aku pernah mendengar nama itu sebelumnya. Sepertinya seseorang pernah bercerita tentang dia. Tapi, aku lupa.

"Di dunia ini banyak orang yang punya nama sama," batinku.

Suara perempuan itu sangat indah. Aku mendengarkan ia bernyanyi dengan mata tertutup. Lagu dan suaranya menyatu, membuat siapa saja yang mendengarkan pasti terbawa suasana.

Ada lima peserta dalam lomba itu. Dan dia, mendapat giliran terakhir.

...
Terimakasih cinta
Untuk segalanya
Kau berikan lagi kesempatan itu
...

Sungguh di luar dugaan. Seseorang yang aku kagumi, ternyata pandai bernyanyi. Dan demi apapun, rasa kagumku kala itu bertambah.

"Suaramu bagus." pujiku dalam sebuah pesan singkat.

"Terimakasih. Kamu tahu tidak? Perempuan yang tampil pertama, dia adalah mantan kekasihku. Dan, aku lupa belum cerita. Dia bersedia menerimaku kembali." balasnya.

Aku terdiam.

Ternyata, aku tidak lupa.

Perempuan itu, benar dia.

Kamis, 04 Oktober 2018

Tetap Yakin

Hari ini,
kembali berjuang

Berangkat pagi,
tiba sore

Kata ibu,
Tak apa bersusah sekarang

Kelak,
akan bahagia juga

Tak usah cemas,
Tuhan pasti menepati janji-Nya

Tetap yakin,
dan berikan yang terbaik

Rabu, 26 September 2018

Teruntuk Diri Sendiri

Malam ini langit bergemuruh,
sepertinya akan turun hujan

Mataku sudah tak kuasa menahan kantuk,
namun pikiranku melayang

Pada setumpuk buku di samping bantal,
pada kenyataan bahwa aku masih belum beranjak

Satu dua kali tak ada daya,
namun keyakinan mereka menyadarkanku

Kalau terus mencoba,
suatu hari nanti pasti akan berhasil


Senin, 19 Februari 2018

Di Bawah Langit Abu-abu Kota Jogja

Keretaku melaju tepat pukul 10.45 dari Surabaya. Ini adalah pengalaman kesekian aku bepergian menggunakan kereta. Aku merasa ketagihan, naik kereta itu sangat menyenangkan. Kereta tidak sering berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Perjalanan pun menjadi nyaman, aku bisa menikmatinya sambil membaca buku.

Perjalanan kali ini, aku kembali ke kota yang menyimpan kenangan empat tahun masa kuliahku. Setelah selama satu tahun aku meninggalkannya. Apakah Jogja masih sama? Pertanyaan itu berulang kali memenuhi pikiranku. Apakah rasamu juga masih sama? Ah, aku bergegas menghilangkan pikiran itu.

Keretaku tiba di Stasiun Lempuyangan tepat pukul 16.45. Aku bergegas membereskan barang bawaanku. Aku membawa satu tas ransel dan satu tas besar yang aku jinjing. Selama hampir satu minggu, aku akan berada di Jogja untuk mengikuti serangkaian tes kerja.

Langit berwarna abu-abu ketika aku turun dari kereta. Sekarang memang sedang musim penghujan. Sejak berangkat dari Surabaya, matahari sudah malu-malu menunjukkan sinarnya.

Ketika menyusuri jalan menuju pintu keluar, gerimis tiba-tiba turun. Dan aku teringat bahwa aku belum sholat ashar. Aku bergegas menuju musholla yang berada dekat dengan pintu keluar. Aku kebingungan membawa barang bawaanku. Karena selain membawa tas jinjing besar, aku lupa bahwa aku juga membawa satu tas kecil yang berisi oleh-oleh  dari ibu. Oh iya, selama di Jogja aku akan menginap di rumah saudaraku di Jalan Kusumanegara.

Tidak ada tempat duduk yang kosong di depan musholla. Aku mulai bingung meletakkan tas yang aku bawa. Karena tidak ada barang berharga di tas yang aku jinjing, akhirnya aku menitipkan tas itu pada seseorang berkaos abu-abu yang sedang membaca buku. Aku tidak mengenalnya, karena dia menggunakan topi, jadi aku tidak bisa melihat wajahnya. Kalaupun aku bisa melihat wajahnya, belum tentu juga aku mengenalnya.

"Permisi mas, saya boleh nitip tas sebentar? Saya mau sholat," kataku kepadanya.

Laki-laki itu tidak mengangkat wajahnya. Ia masih asik membaca. Aku pun jadi merasa tak enak karena telah mengganggunya.

"Taruh saja tasnya," jawabnya kemudian.

Akhirnya ia menjawab, meski ia tetap tak mengangkat wajahnya. Tapi tunggu, aku seperti mengingat sesuatu. Suara itu. Mirip sekali dengan seseorang. Tapi mana mungkin? Bukankah dia? Tidak. Aku tidak boleh memikirkannya lagi.

"Baik mas, terimakasih."

Hanya itu yang pada akhirnya aku katakan. Aku pun mulai berjalan menuju musholla setelah kuletakkan tasku di depan laki-laki itu. Dari samping pun, aku tetap tak bisa melihat wajahnya. Entah sengaja atau tidak, tiba-tiba saja laki-laki itu menempelkan tangannya di pipi sebelah kiri. Sehingga wajahnya tertutup.

Selesai sholat, aku melihat ada kursi kosong di sebelah laki-laki itu. Aku pun bergegas kesana agar tidak ditempati orang.

"Terimakasih ya mas. Ngomong-ngomong masnya di sini lagi nunggu orang atau nunggu kereta?"

Aku beranikan diri untuk sedikit berbasa-basi. Tapi sebetulnya, aku sangat penasaran ingin segera melihat wajah laki-laki itu.

"Lagi nunggu orang," ujarnya dengan tetap menunduk membaca buku.

"Oh. Kalau begitu saya duluan ya mas."

"Hujannya makin deras. Di sini dulu aja."

Memang benar, hujan semakin deras. Aku pun duduk kembali dan meletakkan tasku.

Cukup lama kami terdiam. Aku rasa, laki-laki di sebelahku ini memang sedang tidak ingin diganggu. Aku pun hanya terpaku menatap derasnya hujan dengan pikiran yang masih riuh.

Suaranya mengingatkanku kepada kekasihku, dulu. Namanya Saka. Seseorang yang telah menemaniku dari awal masa kuliah hingga hari kelulusan tiba.

Aku mengenalnya karena kita satu jurusan. Dan kebetulan, kita mempunyai passion yang sama di bidang jurnalistik. Kita pun sama-sama menjadi bagian dari pers kampus.

Sampai pada akhirnya, hari kelulusan itu tiba. Dan membawa pergi harapan yang selalu aku upayakan.

Katanya, orangtuanya meminta ia untuk kembali ke Jakarta dan bekerja di sana. Karena ia merasa tidak bisa menjanjikan apapun kepadaku, ia memilih untuk mengakhiri hubungan kami.

Beberapa bulan yang lalu, aku baru tahu kalau ternyata Saka meninggalkanku bukan seperti apa yang ia katakan. Tetapi karena ia jatuh hati dengan wanita lain. Aku tak mengenal wanita yang mungkin sekarang adalah kekasihnya, tapi aku tahu bahwa mereka bertemu dan saling jatuh cinta ketika sama-sama magang di perusahaan media yang ada di Jakarta.

Saka memang sudah menyakitiku,tapi aku tak pernah bisa membencinya. Karena aku yang telah memilihnya dengan segala hal baik yang pernah ia lakukan untukku.

"Suka baca buku ya mas?"

Pertanyaan konyol. Harusnya aku tahu itu.

"Yaaa, seperti yang kamu lihat."

Laki-laki itu sedikit menggoyangkan bukunya.

"Oh."

Hening. Laki-laki itu tidak lagi merespon.

Peluit tanda kedatangan kereta mengagetkan kami. Tanpa ia sengaja, ia mengangkat wajahnya.

Dan di detik itulah, aku tahu bahwa laki-laki itu adalah dia. Saka.

"Suaramu nggak berubah, Ka."

"Aku sengaja. Aku tahu tadi kamu turun dari kereta."

"Sengaja untuk apa?"

"Apa kabar, Ra?" Saka mengulurkan tangannya.

"Kurang baik, sejak setahun lalu."

"Kamu belum melupakannya?"

Aku tersenyum.

"Bagaimana mungkin?"

"Sudah satu tahun, Ra."

"Lantas kenapa kalau sudah satu tahun?"

Mataku mulai panas. Aku hampir menangis.

"Rara..."

Saka tidak melanjutkan perkataannya. Seseorang datang dan mengagetkan kami. Seorang perempuan, sangat cantik, tingginya semampai dengan rambut panjang berponi yang dikuncir kuda.

Saka langsung berdiri dan memeluk perempuan itu. Senyum perempuan cantik itu langsung merekah. Aku bisa menebak, siapa perempuan itu.

"Ra, kenalin ini Natta..."

Saka lama terdiam.

"Pacarku."

Tak banyak berbasa-basi. Aku hanya berkenalan dengan perempuan itu. Lantas, mereka berlalu. Meninggalkan aku, dengan segala kenangan masa lalu yang berputar manis di kepalaku. Dengan rasa penasaran akan ucapan Saka yang urung ia sampaikan.

Ka, andai kamu tahu. Tidak ada yang berubah dari aku. Aku tetap aku yang dulu. Mungkin kamu sudah tidak peduli. Tapi doaku akan tetap sama.


Di bawah langit abu-abu Kota Jogja, aku pasrahkan segalanya kepada-Mu.

Minggu, 31 Desember 2017

Welcome to The Real Life

Beberapa hari lalu, aku baca curhatan seseorang tentang pengalaman dia jadi jobseeker. Kedengarannya agak sensitif, tapi aku tertarik juga buat bahas ini.  Setelah kemarin-kemarin bahas gimana aku ngerjain TA sampai tips n tricknya juga, sekarang aku pengen sharing tentang fase hidup yang lebih kompleks dari masa kuliah.

Berakhirnya masa kuliah sebenarnya adalah awal masuknya kita ke dunia baru, the real life. Kenapa? Karena ibaratnya nih, orang tua udah nyekolahin kita sampai perguruan tinggi. Mereka udah nganterin kita ke gerbang kehidupan baru, kehidupan nyata yang sesungguhnya, di mana kita harus bertanggung jawab atas hidup kita sendiri. Kita yang harus menentukan, mau kemana kita setelah menyelesaikan pendidikan kita. Mau kemana kita membawa masa depan kita. Apakah mau lanjut sekolah lagi? Kerja di perusahaan multinasional? Kerja di perusahaan BUMN? Jadi PNS? Mau nyoba bisnis? Mau kerja di perusahaan yang biasa-biasa aja? Atau mau nikah muda? Hehehe

Semua itu terserah kita. Karena setelah lulus dari perguruan tinggi, kita bertindak sebagai nahkoda untuk hidup kita sendiri. Kemana kapal akan melaju, tergantung dari apa yang kita pilih setelah lulus.

Kalau akuuu, aku memutuskan untuk bekerja setelah lulus. Aku ingin jadi wanita mandiri yang punya karir bagus di perusahaan multinasional atau BUMN. Ya, bermimpi itu boleh saja. Setiap orang pasti punya dream company masing-masing. Asal jangan kecewa berlebihan aja kalau ternyata apa yang diimpikan nggak kesampaian.

Aku mulai mencari kerja sejak bulan Juli, dua bulan sebelum wisuda. Aku mendaftar ke banyak perusahaan, mulai dari perusahaan multinasional, perusahaan BUMN, sampai CPNS. Nggak kehitung berapa perusahaan yang udah aku lamar dan nggak kehitung juga berapa kali aku gagal.

Menurutku, cari kerja nggak cukup dengan modal lulusan dari perguruan tinggi unggulan, IPK cumlaude, pengalaman kerja yang bejibun atau prestasi yang bagus. Pokoknya nggak cukup dengan CV yang menurut kalian menarik. I think, ada something yang dicari perusahaan. Dan tiap perusahaan pasti berbeda-beda. Bisa tergantung dari visi-misi perusahaan atau posisi yang sedang dilamar.

Contohnya, aku pernah ikut tes untuk posisi Purchasing Staff. Waktu psikotest, pihak HR bilang kalau sistem penilaiannya nggak cuma ditentuin dari hasil psikotest aja, tapi juga tipe kepribadian kandidat. Karena posisi sebagai Purchasing Staff yang salah satu tugasnya adalah bertemu supplier dan melakukan negosiasi, mereka tidak mencari kandididat yang punya kepribadian introvert. Daaan aku seperti menerima tamparan keras, aku seorang introvert. Mau sebagus apa CV-ku, aku tidak mungkin bisa lolos. Setelah dua minggu, aku pun memperoleh email yang memberitahukan kalau aku nggak lolos ke tahap selanjutnya.

Sampai detik ini, tiga bulan setelah aku lulus pun, belum ada pekerjaan yang nyantol. Kadang suka sedih kalau buka sosmed dan ngeliat temen-temen yang udah kerja. Belum lagi omongan tetangga yang nggak jarang bikin gregetan sendiri. Mereka mikirnya aku di rumah terus, doing nothing. Padahal setiap saat, aku selalu mencari loker. Kalau ada yang sesuai persyaratan, aku langsung apply. Tapi people jaman now mana peduli, mereka kan sukanya ngejudge tanpa tahu yang sebenernya terjadi.

Sudahlah, lupakan omongan mereka. Jangan hidup dengan mempedulikan omongan orang lain.

Dari beberapa tes yang udah aku jalanin, aku cuma pernah sekali doang lulus tahap psikotest. Perlu dicatat, SEKALI DOANG. Astra Internasional, Toyota Motor Manufacturing Indonesia, Honda Prospect Motor, Astra Motor - Main Dealer, Toyota Astra Financial Services, P&G, Danone. Dari perusahaan-perusahaan tersebut, cuma PT Toyota Astra Financial Services yang ngasih kesempatan sampai interview psikolog. Perusahaan yang nggak kesebut, seleksi administrasi aja nggak lolos.

Kadang aku mikir, apa aku sebego ini sampai psikotest aja nggak lolos? Tapi balik lagi, setiap perusahaan punya penilaiannya masing-masing dan mungkin aku belum memenuhi kriteria yang mereka cari. Apapun kondisinya, positive thinking itu sangat perlu. Kita harus tetap yakin bahwa everyone has their own time dan Allah telah mempersiapkan sesuatu yang lebih indah setelah kegagalan.

Dan dari semua kegagalan yang aku lalui, aku mencoba menanamkan ini pada diriku -bahwa bukannya aku bodoh, tapi aku memang tidak sesuai dengan yang mereka cari.

Buat temen-temen yang sampai sekarang juga masih dalam proses pencarian, jangan mudah patah semangat. Kejar apa yang menjadi -your dream company or your dream job. Coba semua kesempatan yang ada dan jangan mudah banting setir. Kejar sampai kalian ngerasa bahwa ini adalah usaha terbaik kalian. Berdoalah dan pasrahkan semuanya pada Allah, serta mulai susun plan lainnya.

Semoga kita tetap menjadi hamba-Nya yang pantang menyerah, terus berusaha dan berdoa. Semoga kita diberikan keikhlasan jika nantinya apa yang kita terima bukanlah apa yang kita inginkan. Allah lebih mengetahui apa yang terbaik buat kita. Semangaaat!!!

Jumat, 29 Desember 2017

Tips n Trick TA

Evaluasi Akhir Semester Ganjil telah berlalu, liburan pun sudah di depan mata. Namun bagi mahasiswa tingkat akhir, liburan kali ini akan sangat berbeda. Pasalnya, mereka harus mempersiapkan Tugas Akhir. Kalau jamanku dulu, seminar TA dilaksanakan mulai akhir bulan Februari. Berarti bulan Desember ini, seharusnya sudah ada bahan dong mau ambil TA tentang apa dan siapa dosen pembimbingnya. Nah kali ini, aku akan sharing beberapa tips dan trick dalam mengerjakan TA berdasarkan pengalaman pribadi.

Topik
Hal pertama yang harus dilakukan dalam mengerjakan TA adalah mencari topik. Kalian bisa memperoleh topik dengan berbagai macam cara. Kalau aku dulu, aku mencari topik dengan banyak membaca TA dari senior. Dari situ kalian akan memperoleh, ya minimal gambaran lah kalian mau TA yang seperti apa. Tidak hanya itu, banyak membaca TA dari senior juga bisa memberikan gambaran kalian pengen masuk lab apa. Kalau saran aku sih, TA itu jangan yang terlalu susah, yang penting lulus hehehe. Selain itu, kalian juga bisa baca berita, kira-kira permasalahan apa yang krusial dan perlu ditangani. Aku dulu dapet topik yang paling akhir ya dari baca berita.

Data
Setelah menemukan topik, jangan dulu buru-buru milih dosen. Kalian harus memastikan bahwa topik yang kalian ambil, ada datanya. Karena kalau kalian buru-buru ke dosen setelah menemukan topik dan belum nemu datanya, kemungkinannya akan semakin besar untuk dosen mengganti topik kalian. Apalagi kalau dosennya punya proyek. Iya kalau proyeknya mudah dan kalian suka, kalau enggak? Kan malah mempersulit kalian.

Metode
Selanjutnya setelah kalian menemukan data, kalian harus menyesuaikan antara topik, jenis data dan metode apa yang sesuai. Biar aman, biar pas ketemu dosen kalian nggak terkesan kosongan. Dosen pun bisa paham apa yang pengen kalian kerjain. Tapi misal kalian kesulitan nentuin metodenya, kalian bisa sih nanya atau lebih tepatnya diskusi sama dosen. Dengan catatan, jangan sok pinter yah hehehe. Kalau kalian nggak setuju sama apa yang dikatakan dosen atau kalian punya pendapat sendiri, ingaaat jangan sok pinter dan sampaikan pendapat kalian dengan sopan disertai referensi. Biasanya dosen minta referensi dari jurnal internasional.

Dosen pembimbing
Nah setelah menemukan topik, data aman, metode sesuai, baru kalain nyari dosen pembimbing yang cocok dengan topik dan metode kalian. Istilahnya yang satu lab lah. Setelah nentuin, temuin beliau. Ceritakan TA seperti apa yang kalian pengen kerjakan. Ceritakan sedetail mungkin. Biasanya sih kalau udah jelas apa mau kalian, data udah ada dan metodenya tepat, dosen bakalan cepet nge-acc. Dan berdasarkan pengalamanku, dosen pembimbingku dulu langsung meminta aku untuk analisis datanya. Ngeliat hasilnya seperti apa. Kalau hasilnya kurang bagus, kemungkinan dosen akan meminta kalian untuk ganti metode. Atau bahkan ganti topik sih.

Mulai kerjakan
Daaan kalau sudah coba-coba analisis dan hasilnya bagus, langsung deh mulai dikerjakan. Jangan pernah menunda buat ngerjain TA, karena menunda ngerjain TA sama dengan menunda wisuda. Lawan rasa malasmu dan hajar TA!!!



Yeay! Ini adalah penutup dari serangkaian sharing tentang TA. meskipun tips n trick ini mungkin lebih ditujukan untuk mahasiswa Statistika, tapi semoga bermanfaat untuk yang lain juga. See you :)

Kamis, 05 Oktober 2017

Perjalanan cinTAku #5

Hamdalah!

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir tepat waktu. Tak lupa orangtua dan keluarga, as my number one supporter. Dan teman-teman yang turut mewarnai empat tahun masa perkuliahan saya.

Tepatnya 17 September 2017 lalu, saya bersama dengan teman-teman lainnya resmi menjadi alumni ITS. Perjalanan panjang yang banyak memberikan pelajaran. Mulai dari awal mengerjakan Tugas Akhir hingga mengurus keperluan wisuda yang lumayan bikin pegel karena harus mengurus ke sana-sini.

Well...
Saya belum menyelesaikan cerita ketika menghadapi semhas dan sidang. And this is my story about SEMHAS.

Saya sedikit kecewa, saya kira jadwal semhas dan sidang saya dijadwalkan sebelum lebaran. Tapi ternyata tidak. Saya memperoleh jadwal setelah lebaran. Akhirnya setelah satu minggu menunggu, saya memutuskan pulang H - 4 lebaran. Dan ya, sesuai dengan prediksi saya, ketika di rumah saya sama sekali tidak belajar. Padahal saya berada di rumah sekitar satu minggu. Saya habiskan waktu di rumah untuk berkumpul dengan keluarga dan menenangkan diri.

Setelah lebaran ketupat, saya kembali ke kampus. Kekecewaan kembali saya rasakan ketika saya mengetahui bahwa jadwal semhas dan sidang saya masih satu minggu lagi. Tetapi sesungguhnya, saya bersyukur karena saya bisa mempergunakan waktu tersebut untuk belajar materi yang belum saya pelajari.

Allah memang maha mengetahui kesiapan hamba-Nya.

Semhas saya terjadwal tanggal 10 Juli pukul 08.00. Alhamdulillah semua dosen bisa hadir. Saya berangkat pukul 07.00. Semhas baru dimulai sekitar pukul 08.15 karena pembimbing dan salah satu penguji saya terlambat hadir. Namun semhas berjalan dengan lancar, saya tidak grogi berlebihan seperti ketika sempro. Meskipun ada satu pertanyaan yang memancing pertanyaan serangan dari dosen, tapi alhamdulillah saya bisa mebjawab. Yaaa walaupuuun saya terkesan ngeyel ketika menjawab, tapi saya diloloskan. Hehehe

The story about SIDANG.

Sidang saya terjadwal tanggal 14 Juli pukul 14.00. Tetapi ada satu dosen yang tidak bisa hadir. Saya pun kalang kabut mencari jadwal pengganti. Untung saja, admin prodi saya sudah memberikan kemudahan dengan menyusun jadwal semhas dan sidang dengan rapi, sehingga saya mudah mencari jadwal pengganti.

Jadwal sidang pengganti saya tanggal 17 Juli pukul 10.00. Sidang diawali dengan pertanyaan dari penguji 1. Pertanyaan yang diberikan sama dengan ketika semhas, "Mengapa variabelnya harus diinteraksikan?" Pertanyaan yang ini masih bisa saya jawab dan yaaa penguji sangat puas dengan jawaban saya.

Pertanyaan selanjutnya, beliau mananyakan mengenai distribusi. Ya kira-kira begini, "Kenapa rumus yang atas menggunakan pendekatan distribusi chi-square dan yang bawah menggunakan pendekatan distribusi t?" Daaan saya sama sekali tidak berpikir tentang pertanyaan tersebut. Akhirnya saya diam saja di depan sambil pura-pura berpikir. Melihat saya tak mengeluarkan sepatah kata pun, penguji memberikan penjelasan. Saya hanya bisa tersenyum sambil mengangguk dan meminta maaf. Hehehe

Pertanyaan terakhir dari penguji 2. Pertanyaannya pun sama dengan semhas, "Kalau nggak salah ada koefisien yang berbeda tanda dengan teori, itu bagaimana?" Asli untuk pertanyaan ini saya benar-benar bingung untuk menjawab. Saya kira pertanyaan ini tidak ditanyakan lagi, karena kalau sidang biasanya full bab 2 yang ditanyakan. Ternyata penguji saya masih belum puas dengan jawaban saya ketika semhas. Jawaban saya sebenarnya masih sama, saya juga tetap ngeyel. Tetapi sekali lagi, saya sangat bersyukur. Karena sudah diburu waktu dan mungkin penguji saya juga sudah capek dengan ke-ngeyelan saya, maka pertanyaan dari penguji disudahi dan berganti ke pembimbing.

Pembimbing saya bertanya satu dua hal yang sangat mudah untuk dijawab karena pertanyaan itu sudah berulang kali ditanyakan ketika saya bimbingan. Sebenarnya ada satu dua pertanyaan lagi dari pembimbing dan juga beberapa saran, tapi tidak perlu saya ceritakan ya. Nanti tulisan ini jadi panjang sekali dan tidak akan ada yang membaca. *emang sapa juga yang mau baca tulisan eluuu dasarrr*

Ini adalah cerita terakhir tentang perjalanan saya dengan TUGAS AKHIR. Ya intinya, jangan jadikan TA itu sebagai beban. Kerjakan saja dan nikmati prosesnya. Kerjakan dengan happy, jangan sering mengeluh. TA akan berakhir pada waktunya, kalau kita mau sungguh-sungguh mengerjakan. Percayalah kalian yang sudah lulus dari perguruan tinggi akan merindukan masa-masa begadang, cari jurnal sampai mata merah, menunggu dosen berjam-jam lamanya, di-php dosen, bolak-bolak kantor minta data dan drama-drama lainnya. Pokoknya, ngerjain TA itu adalah pengalaman yang tidak akan terlupakan.

Demikian cerita saya tentang TUGAS AKHIR. Setelah ini saya akan sharing tentang tips mengerjakan TA berdasarkan pengalaman saya. See you!

Senin, 21 Agustus 2017

Sepenggal Kisah Menuju Bangku Perkuliahan

Ketika saya masuk perkuliahan tahun kedua, saya sempat berpikir "Apakah saya bisa menyelesaikan tugas akhir saya tepat waktu?" Statistika bukanlah jurusan yang saya inginkan. Saya lemah dalam pelajaran matematika dan saya tidak suka dengan hal yang berhubungan dengan komputasi. Tapi anehnya, nilai matematika saya adalah yang paling stabil. Karena itulah, guru saya menyarankan agar saya masuk Jurusan Statistika.

Sejak kecil, saya suka dunia sastra. Membaca, menulis cerita pendek dan menulis puisi adalah kegemaran saya. Sampai saya punya satu buku khusus untuk menulis cerpen maupun puisi. Sekarang buku itu pun masih tersimpan. Saya selalu bermimpi menjadi sastrawan hebat yang menulis buku-buku best seller.

Menjelang akhir masa SMP, saya mulai menyukai pelajaran Biologi. Bahkan saya sempat ikut OSN Biologi tingkat kabupaten. Namum belum membuahkan hasil. Masuk SMA pun saya memilih ekskul OSN Biologi. Dari situlah, saya mempunyai keinginan untuk menjadi dokter. Ditambah lagi, ketika kelas 1 smt 2, saya mengikuti kegiatan tour di FK UGM. Sepulang dari kegiatan tersebut, keinginan saya untuk masuk FK semakin besar.

Saya menyadari bahwa saya bukan berasal dari keluarga yang berada. Menjelang akhir kelas X, saya mulai menyerah dengan mimpi saya menjadi dokter. Sempat berpikir untuk masuk Jurusan Sastra Inggris atau jurusan yang dapat mengasah passion saya dalam bidang penulisan. Namun bapak saya berkata, "Kalau ilmu seperti itu kan bisa dipelajari otodidak, jadi belajarlah yang lain."

Sejak itu, saya pun mulai bingung. Sampai akhirnya, pernah suatu hari saya bermimpi. Saya merasa yakin bahwa Statistika adalah pilihan yang terbaik. Menurut saya, Statistika itu fleksibel. Peluang kerjanya luas, bisa masuk di semua bidang. Sehingga keesokan harinya, ketika hari pendaftaran terakhir untuk SNMPTN, saya memutuskan dengan mantap untuk memilih Jurusan Statistika.

Saya kembali bingung menentukan di univ mana saya akan mendaftar. Saya pernah bercerita ke teman saya, "Pokoknya saya menghindari IPB dan ITS." Kenapa? Karena IPB lokasinya di Jawa Barat dan itu jauh dari rumah. Sedangkan ITS, banyak yang bilang kalau lulusan univ di Jawa Timur akan susah mencari pekerjaan. Namanya juga anak SMA yang baru selesai UN, belum memperoleh pencerahan, jadi pemikirannya masih sempit.

Sebelum memutuskan di univ mana saya akan mendaftar, saya mulai menghitung peluang saya diterima. Kaaan sudah mencerminkan anak Statistika, bahkan sebelum mendaftar hehehe. Ketika itu, belum banyak teman saya yang mendaftar di ITS. Apalagi di Statistika. Dan ketika itu, saya searching bahwa Jurusan Statistika ITS adalah Jurusan Statistika terbaik di Indonesia setelah Statistika IPB.

Daaan mantaplah saya untuk mendaftar di Jurusan Statistika ITS. Hingga akhirnyaaa, alhamdulillah saya diterima lewat jalur SNMPTN. Saya merasa, saya benar-benar beruntung karena pada saat itu ada dua teman saya yang juga mendaftar di jurusan yang sama. Dan peringkat saya adalah yang paling rendah. Namun belajar di ITS adalah rejeki kami, kami bertiga sama-sama masuk di jurusan dan univ yang sama.

Meskipun terlihat tidak mungkin, namun bila sudah rejeki pasti tidak akan tertukar. Pun dengan jodoh, jika ditakdirkan milikmu, seberat apapun jalan kalian pasti akan bertemu juga dan tidak akan tertukar. Ini apa ya sampai nyangkut ke jodoh hiks. Daaan satu lagi, apa yang kita sukai, bisa jadi itu bukan yang terbaik untuk kita. Atau sebaliknya, apa yang tidak kita sukai, bisa jadi itu justru yang terbaik untuk kita.

Pokoknya jangan pernah berhenti untuk mengusahakan yang terbaik dan berdoa, tentu saja. Karena bisa jadi, keberuntungan yang kita peroleh saat ini adalah akumulasi dari hal-hal baik yang kita lakukan sebelumnya.

Selasa, 08 Agustus 2017

Thank You

A year ago
thank you for the happiness and pain,
thank you for everything.

Aku kira, ini akan sulit
Terbiasa berbagi apapun bersama, meski dalam jarak
Namun tiba-tiba semua berubah

Tiga puluh lima hari yang aku tak tahu bagaimana
Mengubah kamu, mengubah aku dan mengubah kita
Mengubah apa yang kita sebut, rasa

Janji yang aku kira sungguh, ternyata hanya angin lalu
Dua tahun yang penuh harap, ternyata harus direlakan juga
Tuhan memang maha membolak-balikkan hati

Semua memang tak sesulit yang aku bayangkan
Sakit pasti terasa, hingga teramat benci pada apa-apa tentang kamu
Berpikir apakah aku bisa untuk kembali berdiri

Namun mengikhlaskan dan mencoba untuk berdamai,
aku baik-baik saja karena itu
Once again, thank you.

Senin, 31 Juli 2017

setelah hari itu

Setelah hari itu, malamku terasa lebih panjang
Pikiranku penuh dengan banyak tanda tanya
Aku berulang kali berganti posisi tidur, resah

Setelah hari itu, dadaku sesak menahan getir
Mataku basah tak tertahankan
Rasa sakit itu menikam sempurna ulu hatiku

Setelah hari itu, aku mengutuk diriku sendiri
Terlalu percaya untuk menyerahkan harapan-harapan indah
Yang nyatanya tak pernah sekalipun dianggap

Dan setelah hari itu, aku berjanji akan terus berjalan
Meski telah jauh ditinggalkan, aku berjanji akan baik-baik saja

Jumat, 30 Juni 2017

Perjalanan cinTAku #4

Memang benar apa yang dikatakan oleh dosen pembimbing dan beberapa senior saya bahwa ada beberapa kasus dimana proposal skripsi akan berbeda dengan hasil analisis. Penelitian yang saya ajukan memang sama dengan penelitian empat tahun yang lalu, baik topik, metode maupun pemilihan variabel. Namun ada beberapa variabel yang saya hilangkan.

Salah satu dosen penguji saya agar saya membedakan penelitian saya dengan penelitian sebelumnya. Akhirnya, setelah berdiskusi dengan dosen pembimbing saya, saya memutuskan untuk menambahkan metode pada pebelitian saya. Ketika seminar proposal, metode yang saya gunakan adalah regresi probit biner. Namum setelah seminar proposal, saya menambahkan metode efek interaksi.

Proposal skripsi memang hanya sebatas usulan penelitian. Faktanya, setelah dilakukan analisis, banyak sekali hal yang tidak sesuai dengan yang diharapkan peneliti. Contohnya penelitian saya, setelah saya lakukan analisis, ternyata hanya ada satu variabel yang berpengaruh terhadap model. Padahal secara teori, variabel yang saya gunakan semuanya berpengaruh terhadap TPAK perempuan.

Saya tidak kehabisan akal, saya mencoba mencari beberapa alternatif variabel untuk bahan percobaan. Hingga saya bolak-balik ke BPS Provinsi Jawa Timur untuk mencari data. Namun hasilnya nihil, tetap saja hanya satu variabel yang berpengaruh. Saya hampir saja putus asa, namun dosen pembimbing membantu saya. Beliau menyarankan agar saya melakukan analisis cluster untuk mengelompokkan faktor-faktor sosial, ekonomi, demografi dan pendidikan. Saran beliau saya lakukan, dan hasilnya sama saja.

Lalu beliau menyarankan untuk melakuakn analisis faktor guna mengetahui variabel mana saja yang paling dominan dalam mempengaruhi TPAK perempuan. Saya menuruti apa saran dosen saya. Namun ketika itu, saya memutuskan untuk pulang kampung terlebih dahulu, karena saya sudah lama tidak pulang. Dan sejujurnya, waktu itu saya juga merasa sangat jenuh dengan skripsi saya yang bermasalah.

Sesampainya di rumah, saya malah demam tinggi hingga beberapa hari. Ibu saya melarang saya untuk mengerjakan skripsi saya sampai saya benar-benar sembuh. Hampir dua minggu di rumah, saya pun tidak mengerjakan apa-apa. Saya kembali ke Surabaya dengan tangan hampa. Begitu kalau diibaratkan. Padahal rencananya saya ingin mencicil analisis yang disarankan oleh dosen saya. Tapi apa daya, mungkin memang disuruh istirahat dulu di rumah.

Analisis faktor sudah saya lakukan, dan hasilnya pun sama saja. Dosen pembimbing saya juga mulai bingung. Tengah malam beliau mengirimkan pesan untuk menemui beliau keesokan harinya pukul tujuh. Saat itu juga saya bergegas tidur agar besok bisa bangun pagi. Akhirnya pukul tujuh lewat sedikit, saya sudah sampai. Dosen saya masih bercakap-cakap dengan seseorang dan kaget melihat saya yang sepagi itu sudah menunggu beliau.

Masih di ruang tunggu, beliau duduk di sebelah saya. Membantu saya mencari jalan keluar untuk masalah skripsi saya. Beliau meminta saya melakukan interaksi untuk seluruh kemungkinan variabel yang ada dengan tidak mempedulikan korelasi antar variabel. Setelah satu setengah jam berlalu, akhirnya saya menemukan kombinasi variabel yang hasilnya bagus, dibandingkan dengan analisis sebelumnya.

Alhamdulillah, saya pun selesai mengerjakan skripsi saya dan sekarang saya sedang menunggu seminar hasil dan sidang skripsi saya. Doakan saya ya teman-teman. Dan sampai jumpa di #5 yang insyaAllah akan menceritakan mengenai seminar hasil dan sidang skripsi saya.

Sabtu, 13 Mei 2017

Perjalanan cinTAku #3

Menyelesaikan 1/3 dari perjalanan Tugas Akhir, tidaklah mudah. Ada proses panjang yang mengiringi, mulai dari menentukan topik, mencari calon dosen pembimbing, berdiskusi untuk menentukan metode hingga mencari data. Dan menurut saya, justru proses itu lah yang paling sulit. Ketika saya harus berulang kali ganti topik dan metode, berulang kali revisi proposal sampai akhirnya, ya sampai akhirnya saya bisa daftar seminar proposal.

Lega, tentu saja. Setelah berhari-hari tidur pagi karena harus mengejar deadline, akhirnya terbayarkan sudah setelah mengumpulkan draft proposal TA dan berkas-berkas lainnya. Setidaknya satu kecemasan saya sudah lenyap.

Namun kecemasan pun berganti. Kali ini bukan lagi tentang topik, metode atau proposal. Lebih dari itu, ini tentang dosen penguji yang akan turut menentukan kelulusan mahasiswa tingkat akhir. Di Departemen Statistika ITS, ada dua dosen penguji. Dosen penguji 1 berasal dari satu lab yang sama dengan lab yang diambil mahasiswa tingkat akhir, sedangkan dosen penguji 2 berasal dari lintas lab.

Saya mengambil lab statistika sosial kependudukan. Menurut cerita dari senior, segalak-galaknya dosen penguji dari lab sosial, tidak lebih galak dari dosen penguji lab yang lain. Setelah beberapa hari menunggu, akhirnya jadwal seminar dan pembagian dosen penguji resmi dikeluarkan.

Alhamdulillah, tak hentinya saya panjatkan kepada Allah karena saya memperoleh dosen penguji yang menurut saya, tidak terlalu galak. Namun ujian datang kembali. H-1 dosen pembimbing memberikan kabar bahwa besok beliau tidak bisa karena ada pertemuan dengan pihak rektorat. Dosen pembimbing saya ini kepala Medical Center ITS dan baru menjabat sekitar satu tahun, jadi tidak enak kalau tidak hadir. Begitu kata beliau.

Untungnya bukan saya saja yang nyaris batal seminar, tetapi ada beberapa teman. Jadi saya tidak bingung sendirian. Kami pun mengurus jadwal bersama, mulai dari menemui admin prodi, menemui sekretaris prodi hingga menemui masing-masing dosen penguji. Mungkin hampir tiga kali kami bolak-balik ke ruangan dosen penguji.

Saya setuju kalau ada yang mengatakan, usaha tidak akan mengkhianati hasil. Setelah mengurus jadwal dan pontang-panting kesana-kemari, akhirnya jadwal seminar proposal saya hanya diundur satu hari.

Daaan...
Alhamdulillah seminar proposal saya lancar, meskipun saya beberapa kali nggak fokus ketika ditanya dosen penguji. Hehehe...

Cerita seputar mencari dan mengolah data, segera ya di #4. See you!

Sabtu, 22 April 2017

Perjalanan cinTAku #2

Alhamdulillah, perjalanan cinTAku berlanjut. Setelah ganti topik berulang kali, akhirnya topikku berhenti di kamu, iya kamu, tingkat partisipasi perempuan dalam angkatan kerja.

Topik TAku baru disetujui dosbing H-2 pengumpulan proposal, itupun pas malem hari sekitar jam sepuluh. Tentunya setelah melalui diskusi yang bikin aku pasrah, yang penting ibu bilang Ok.

Flashback ke #1, waktu itu dosbing nyaranin aku ganti topik tentang pertumbuhan ekonomi, karena beliau tahu, aku lebih tertarik dengan permasalahan ekonomi. Metode yang aku pakai masih sama, regresi probit. Ketika aku nyerahin proposal dan sedikit cerita mengenai topikku, dosbing bilang kalau pertumbuhan ekonomi tidak bisa dikategorikan. For your information, regresi probit digunakan ketika variabel respon yang digunakan berupa data kategorik. Dan setelah dosbing bilang kayak gitu, aku terduduk lemas sambil menatap dosbing dengan wajah melas.

Aku mencoba berpikir. Sebelum bimbingan, aku udah nyiapin beberapa permasalahan yang pengen aku diskusiin, di antaranya permasalahan tentang gender. Aku mulai membuka diskusi dengan membahas seputar isu gender. Setelah diskusi yang cukup lama, dosbing pun mengatakan kalau aku boleh nyoba pakai topik gender.

Lagi dan lagi, aku mulai nyari masalah, nyari referensi sana sini. Meskipun rasanya sudah bosan, tapi I have to fight for my bachelor-degree-soon. Kalau inget gimana bapak ibu kerja banting tulang, rasanya pengen ngerjain TA cuma seminggu, lalu sidang dan wisuda. Kelar. Tapi ini TA, bukan hanya sekedar ngerjain laporan praktikum yang variabel penelitian dan datanya bisa ngasal, nggak terlalu butuh teori ini itu. Dan yang namanya prosedur, tetap harus dijalankan. So, be patient yes buat semua mahasiswa tingkat akhir yang sedang berjuang dengan TA. Nikmati prosesnya, karena itu yang nanti bakal kamu kenang dan menjadi cerita untuk anak cucu.

Oke lanjut. Aku memutuskan untuk mengambil topik tentang Indeks Pembangunan Gender (IPG). Aslinya kurang sreg juga sama topik ini, tapi aku udah buntu maksimal. Udah gupuh juga karena deadline pengumpulan makin deket. Ya akhirnya aku bikin proposal dan menemui dosbing. Do you know, what was my dosbing said about gender? "Isu tentang gender itu kurang menarik mbak, coba cari topik yang lain." Maaak gimana kalau aku nggak usah TA aja tapi langsung wisuda?

Aku mulai frustasi. Dengan sangat terpaksa aku searching kembali mencari masalah lain. Lalu tiba-tiba, malam hari ketika H-2 pengumpulan proposal, dosbing ngechat "Mbak, isu tentang gender menarik untuk dibahas." Hampir aja aku ngelempar hp, saking gemesnya. Untung nggak jadi.

Nah setelah dosen mengatakan seperti itu, aku langsung berdiskusi. Aku tidak langsung menyetujui topik tersebut, karena sebelum dosbing bilang isu gender itu menarik, aku udah nemu topik lain. Aku mengajukan topik mengenai Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan (TPAK Perempuan). Alhamdulillah dosbing menyetujui. Dalam waktu empat hari, aku ngebut ngerjain proposal. Akhirnyaaa kekejar juga deadlinenya dan alhamdulillah aku bisa daftar seminar proposal. Meskipun proposalnya dikerjain dengan kilat sekilat-kilatnya.

Cerita tentang seminar proposal akan berlanjut di #3. Stay tuned ya.

Senin, 06 Februari 2017

Perjalanan cinTAku #1

Kalau baca judul di atas, pasti pada mikir kalau aku bakalan nulis tentang cinta, iya kan ? Hahaha, enggak lah, untuk beberapa bulan ke depan, aku bakalan fokus sama yang namanya TA (re: skripsi). Nggak usah aku jelasin ya apa itu TA atau skripsi, ya pokoknya itu lah, yang bikin mahasiswa tingkat akhir (bisa jadi) stres, lupa mandi dan merawat tubuh bahkan mungkin ada beberapa yang lupa makan juga. Tapi kalau aku mah bakalan tetep inget mandi dan makan kok, inget kamu juga *eh. 

Sekarang udah bukan waktunya mikirin yang namanya cinta, apalagi mikirin kamu yang udah mutusin aku karena suka sama cewek lain waktu KKN, NO. Udah lah, kelarin dulu tanggung jawab sama orang tua, lulus kuliah, dapet kerjaan yang baik (atau kerja nyambi S2 juga bisa) baru mikirin cinta (padahal masih suka galau tapi ngomong kayak gini, haha-in aja).

Okeee, udah cukup ya basa-basinya. Kali ini aku bakal cerita tentang perjuangan awalku ngerjain cinTA. Yup, aku udah mulai mikirin TA dari bulan agustus tahun lalu, tepatnya waktu aku ngurus laporan kp. Sebenernya dari smt 6 udah pengen lulus 3,5 tahun, soalnya kasian orang tua kalau harus bayarin ukt smt 8 yang rencananya ngambil TA doang. Kan lumayan tuh 2,5jeti buat beli hp baru hehehe. Tapi apa daya, kalau aku ngambil TA di smt 7, aku bakalan ngambil 23 sks, which is itu berat banget buat aku, karena kan aku juga masih ada amanah organisasi dan sisa mata kuliah yang harus aku ambil lumayan berat. Waktu perwalian, sebenernya udah pengen curhat ke dosen wali, sekalian nanya ke beliau apakah ada projek atau enggak. Lagi-lagi aku masih belum berani, jadilah aku cuma ngambil kuliah 14 sks (bayangkan aku gabutnya kayak apa smt 7 kemarin). 

Aku mulai nemuin (calon) dosen pembimbing bulan oktober tahun lalu, sebelum uts. Waktu itu sekalian bimbingan pkm trus bilang ke beliau kalau aku udah ada topik TA dan pengen beliau jadi dosen pembimbingku. Topik yang waktu itu aku ajuin tentang ketimpangan pembangunan wilayah antar kabupaten/kota di Jawa Timur. Buat dapetin topik itu susah banget, harus nyari masalah dengan berbagai macem kata kunci. Nyari topik itu ibarat nyari masalah dan aku nemu topik itu ketika bangun tidur masih nempel di kasur, aku iseng browsing, lalu nemu berita tentang lima masalah yang menurut Presiden Jokowi sangat krusial dan perlu ditangani, yaitu masalah ketimpangan, entah itu ketimpangan ekonomi atau sosial, lalu kriminalitas, pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba dan kemiskinan (kalau aku nggak salah inget). Nah aku nyari tuh jurnal tentang ketimpangan pembangunan ekonomi, karena menurut aku itu topik yang paling menarik. Akhirnya dapet juga referensi beberapa jurnal dan TA. Setelah aku baca-baca, metode yang digunakan kebanyakan adalah regresi panel. 

Aku mulai nyari-nyari referensi di ruang baca dan ternyata manajerku di bem dulu TAnya tentang regresi panel. Aku kontak mbaknya, bahkan sampai aku samperin ke kosnya (kurang so sweet apa akuuu). Alhamdulillah, mbaknya baik bangeeet. Aku dikasih satu folder yang isinya TA hasil kerjaannya dan segala macam e-book buat referensi hingga perhitungan secara manual (terharuuu). Tapi ketika untuk kedua kalinya aku nemuin (calon) dosen pembimbing, ternyata disuruh ganti metode. Aku disuruh ganti metode regresi probit ordinal. Padahal aku udah siap tempur dengan panel. Yaudah lah, kalau mamah sudah berkehendak, anak bisa apaaa. 

Lika-liku aku bimbingan nggak selamanya mulus, kayak kisah cintaku dulu sama kamu yang long distance relation-shit. I mean that, aku juga pernah di-php dosen (pasti semua mahasiswa tingkat akhir pernah lah ya di-php dosen pembimbing, dan jangan ditanya rasanya gimana). Jadi entah berapa kali aku sama temen-temen di-php, nggak ngitung. Waktu itu pernah janjian jam 1 siang habis jumatan, eh dosennya baru dateng jam setengah 4. Trus pernah juga janjian jam 2 siang, udah nungguin tuh, ada kali 2 jam lebih, eh ternyata disuruh nemuin besok aja, pernah juga janjian, pas udah di depan ruangan, dosennya bilang suruh tunggu dulu satu jam karena dosennya ada keperluan di luar. Eh pas udah balik dosennya malah ngurus sesuatu dan bilang kalau disuruh balik besok pagi. Yang paling nyeseeek, proposal gw enggak dikoreksi cuma dibolak-balik doang (sumpah ini sedih, lebih sedih dari diputusin kamu). 

Sempet juga waktu itu disuruh nambahin unit penelitian, yang awalnya se-Jawa Timur jadi se-Pulau Jawa. Akhirnya aku ngerevisi proposal. Aku juga mulai nyari data, tapi ternyata nggak semua provinsi datanya lengkap. So, I decided to back to the Jawa Timur, karena Jawa Timur yang datanya paling lengkap.

Data udah aku kumpulin dan udah mulai aku olah juga. Tiba saatnya bimbingan lagi dan duaaar aku salah ngolah data wkwkwk. Variabel Y-ku kan harusnya kategorik ya, kan regresi probit ordinal, eh ini malah masih kontinu. Kuliah baru libur beberapa minggu aja lupa konsep regresi (mahasiswa macem apa kau nak).

Selama liburan, aku bolak-balik Rbg-Sby. Pernah waktu itu dalam jangka waktu dua minggu, aku bolak-balik Rbg-Sby sampai tiga kali. Jadi pas udah balik ke Sby, aku putusin buat stay agak lama di Sby ngelarin proposal. Pas aku ngerevisi proposal, aku baru sadar kalau perhitungan variabel Y-ku salaaah lagiii (ini sampek bikin aku sakit kepala), ternyata aku butuh data PDRB seluruh kecamatan di Jawa Timur, karena variabel Y-ku adalah Indeks Williamson (cari aja sendiri ya apa itu indeks williamson) yang perhitungannya membutuhkan data wilayah di bawahnya (wilayah di bawah kabupaten/kota kan kecamatan). Aku sempet nyoba pake metode lain buat ngitung variabel Y, tapi ternyata malah nggak ada variabel X yang signifikan. Aku segera ngehubungin dosen pembimbing dan minta ketemu secepatnya. Akhirnya setelah ketemu, disuruh ganti topik, aku bisa ngambil topik pembangunan dari segi ekonomi atau laju pertumbuhan ekonominya. Huuuuuffffttt, dalam hati gw mbatin, ini harus berapa kali gw ganti proposal ?????

Finally, aku nyari-nyari masalah baru, karena ganti topik sama dengan nyari masalah baru. Setelah browsing lumayan lama, akhirnya aku memutuskan untuk mengambil topik laju pertumbuhan ekonomi. Karena laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur beberapa tahun belakangan ini mengalami penurunan, meskipun bisa dibilang cukup tinggi dan melebihi nasional, tapi yang namanya pertumbuhan kan yang diinginkan adalah adanya peningkatan. Nah berangkat dari masalah itu lah aku sekarang ini kembali nyusun proposal (yang paling baru dan insyaAllah fix). Doain yaaaaa....

...

Sekian dulu cerita #1, sampai jumpa di cerita selanjutnya!

Sabtu, 28 Januari 2017

kisah di balik senja, sebuah cerita tentang kepergian

Suatu hari, ketika senja di bukit harapan, untuk pertama kalinya aku melihat, ada rasa yang lebih dari sekedar teman di antara kalian. Rasanya campur aduk, antara sedih dan tidak percaya. Aku sedih karena ternyata, kamu memanfaatkan kesalahanku yang sebenarnya bisa diselesaikan tanpa kamu harus pergi. Namun, kamu memperbesar masalah itu untuk menutupi kesalahan yang kamu buat. Ya, kesalahan karena jatuh pada hati yang lain. 

Aku tidak menyalahkanmu. Semua orang berhak mendekatimu, semua orang pun berhak menyukaimu. Tapi, aku tidak percaya, kamu dengan mudahnya memberikan celah untuk dia masuk, menggantikan aku yang tak selalu bisa berada di sampingmu setiap saat. 

Sedari awal, tak banyak yang aku minta. Seperti kebanyakan wanita lain, yang hanya ingin prianya memberikan kabar, jujur dan mau terbuka. Aku tidak pernah memintamu untuk selalu memperlakukanku dengan manis, memberikan kejutan setiap saat, berkata manis yang akan membuatku senyum sepanjang hari, mengantar dan menjemputku kemana-mana, sering memberikan hadiah, mengajak makan malam romantis, nonton dan hal lainnya yang mungkin kerap dilakukan oleh pasangan lain di luar sana. Karena keinginanku itu, mungkin kamu mengira, aku selalu memintamu untuk menjadi seperti apa yang aku mau. Bukan, aku sama sekali tidak ingin merubahmu menjadi seperti apa yang aku mau. Aku hanya ingin, dalam jarak yang selama ini ada di antara kita, aku tidak semakin risau, karena aku tahu kamu akan baik-baik saja di sana. 

Jangan kamu kira, setiap kali aku marah karena kamu tak memberi kabar, aku tidak mendukung semua yang kamu lakukan di sana. Tidak sama sekali, karena dalam perbincanganku dengan Tuhan, namamu selalu ada menjadi yang kusebut. Berharap kamu baik-baik di sana, berharap kamu dapat mengejar apa yang menjadi impian kamu. Aku pernah bilang kan, aku selalu semangat kalau ada kamu. Ada bukan berarti kamu di sampingku, adamu cukup dengan memberikan kabar, aku sudah tenang dan sepanjang hari aku pun akan merasa semangat. Namun, kamu sama sekali tidak mau berusaha tentang hal ini denganku. Kamu egois, selalu ingin dimengerti. Dan sekarang, aku bisa apa, kalau kamu inginnya melepaskan, sementara aku ingin bertahan. 

Aku tidak bisa mendefinisikan kedekatan kalian, entah itu hanya perasaan sesaat karena kejenuhan dengan pasangan masing-masing atau kalian memang sungguh-sungguh sudah saling jatuh cinta. Apapun itu, semoga kamu bahagia dengan pilihanmu.

Tapi yang perlu kamu tahu, apa yang kamu lakukan ke orang lain, akan kembali ke kamu. Percaya nggak percaya. Bukan aku mendoakan hal yang buruk, justru aku mendoakan, semoga kamu bahagia dan semoga dia benar-benar baik dengan kamu. Semoga dia menjaga apa yang dulu selalu aku jaga. 

Goodbye, 25. I'll be fine... without you.

Sby, Ags2016

Rabu, 03 September 2014

Ketika Dia Tak Lagi Berada di Sampingku



Kedai kopi ini sudah sepi sejak satu jam yang lalu. Beberapa lampunya sudah mulai dimatikan. Tak ada satu pelanggan pun yang masih bertahan di sini kecuali aku. Pelayan yang lalu lalang membereskan meja telah berulang kali melirik tajam ke arahku, namun sayangnya aku tak peduli.
Malam ini tak ada yang ingin aku lakukan, selain duduk di sebuah kursi yang berada dekat dengan jendela. Kursi itu menghadap tepat ke taman kota. Ketika sore menjelang, bisa terlihat pemandangan senja yang indah dari sini. Sedangkan ketika malam hari, lampu-lampu taman kota yang berwarna-warni akan terlihat begitu menakjubkan.
Aku lupa kapan terakhir kali aku datang ke kedai kecil ini. Mungkin sekitar tiga tahun yang lalu. Aku sering datang ke tempat ini bersama dengan teman-temanku, awalnya. Namun setelah aku memiliki Ane, aku lebih sering nongkrong di tempat ini dengan dia. Ane adalah tunanganku. Dia gadis yang manis dan menyenangkan.
Terlalu banyak memori yang aku habiskan bersamanya di kedai kecil ini. Aku dan Ane sama-sama penikmat kopi, dan hanya di kedai inilah kami menemukan kopi terenak dari semua kedai kopi yang ada di Bandung.
Aku juga menyatakan perasaanku padanya di kedai kecil ini. Ketika itu aku dan dia masih sama-sama duduk di bangku kelas tiga SMA. Aku tahu dia anak rumahan. Ketika itu sangat sulit sekali untuk mengajak dia pergi. Sampai pada suatu hari aku memberanikan diri untuk mengajak Ane pergi. Aku meminta ijin terlebih dahulu kepada ayah Ane yang sangat over pretective padanya.
“Selamat malam, Om.” sapaku pada ayah Ane malam itu.
“Mau cari siapa ?” Ayah Ane yang lebih mirip anggota TNI pun menjawab dengan tegas hingga membuatku sedikit mengernyitkan dahi.
“Ng... saya cari Ane, Om. Sekalian saya mau minta ijin buat...” Aku belum selesai melanjutkan perkataanku ketika ayah Ane membentakku.
“Ane tak ada di rumah. Kau pergi saja.”
            Seketika itu jantungku rasanya ingin copot. Sebelumnya, aku tak pernah merasakan perasaan sehebat ini terhadap teman wanitaku. Ane yang pertama membuat jantungku berdetak ketika aku melihat wajah manisnya. Ane yang pertama membuatku merasa gugup ketika harus berbicara dengannya meskipun hanya sebentar saja.
            Namun aku tak putus asa. Tekadku untuk mengajak Ane pergi malam itu sudah bulat. Aku kembali mengetuk pintu rumah Ane dan berusaha membujuk ayah Ane untuk mengijinkan putri kesayangannya pergi bersamaku.
Akhirnya, meskipun dengan perdebatan panjang yang hampir tak selesai, ayah Ane mengijinkan Ane pergi bersamaku.
“Ingat, kau harus memulangkan putriku tak kurang dari pukul sebelas malam.” kata ayah Ane.
“Siap, Om.” Aku melirik ke arah Ane yang sedang tersenyum manis pada ayahnya. Sesaat kemudian, senyum manis itu tertuju padaku. Seketika itu pula jantungku berdetak ratusan kali lebih cepat.
            Aku tahu Ane suka minum kopi baru ketika aku mengajaknya keluar malam itu. “Kau mau kemana ?” tanyaku padanya yang sedang memeluk erat punggungku saat aku memboncengnya dengan motorku. “Aku ingin minum kopi saja, kau tahu di mana kedai kopi yang enak dan nyaman ?” Aku berpikir sejenak, lalu terbayang kedai kecil ini yang biasa aku kunjungi bersama dengan teman-temanku. “Kurasa aku tahu. Kau berpegangan saja ya, aku akan mengajakmu ke tempat yang kau mau.” Ane tak menjawabnya, namun dia memelukku semakin erat.
            Beberapa menit kemudian aku dan Ane sampai di depan sebuah kedai kecil. Aku bisa melihat kekaguman di raut wajah manis Ane ketika kami sampai di dalam. Aku mengajak Ane duduk di kursi yang berhadapan langsng dengan taman. Lampu taman yang berkelap kelip dengan indahnya, lalu lalang orang-orang yang sedang menikmati malam minggu, dan angkasa dengan hiasan bulan dan bintang yang bersinar dengan terangnya. Kombinasi yang sempurna.
            Aku mulai gugup, apalagi melihat Ane yang tak henti hentinya tersenyum. Aku bingung harus memulai pembicaraan dari mana.
“Kau kenapa ?” Pada akhirnya Ane lah yang memulai pembiacaraan malam itu.
“Tak apa-apa, aku hanya sedang mengagumi indahnya ciptaan Tuhan.” Ane kembali menatapku dan tersenyum.
            Aku membiarkan Ane menikmati pemandangan di depannya sebelum aku memegang tangannya. “Ane... be with me, will you ?” Ane dengan sekejap menoleh ke arahku. Aku sudah berusaha mengatur degup di dadaku. Tapi aku tak berhasil. Mungkin, Ane juga mendengar degup itu yang semakin keras.
“Yes, I will.”
            Tak ada kata yang lebih indah yang aku dengar malam itu selain kata yang baru saja diucapkan oleh Ane.
            Malam itu benar-benar malam yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. Meskipun semuanya tak lagi sama seperti malam ini, meskipun raga Ane tak bisa lagi kurengkuh, meskipun jarak di antara kita tak lagi tentang jarak yang bisa dihitung dengan satuan meter, tetapi kenangan-kenangan yang tercipta antara aku dan Ane tak akan pernah aku lupakan. Miss you so bad, my girl, Ane.